Namun, bikin mahasiswa arsitektur sendiri yang udah menjalani perkuliahan, tentu bakal merasakan moment dimana menjadi seorang arsitek itu nggak enteng mirip sekali. Pasalnya bukan hanya ngegambar aja tugasnya, tapi terhitung dibutuhkan gagasan dan kreativitas supaya bangunan yang dirancang nantinya beneran kuat, indah, dan berfungsi. Belum kembali perlu siap mendengar stereotip-stereotip tentang program belajar Arsitek.
Nah, kecuali anda dambakan atau sedang menempuh program belajar yang satu ini. Cari menyadari hal-hal apa aja yang sering dirasakan oleh mahasiswa program belajar arsitek. Kira-kira bener apa nggak? (Psstt.. mahasiswa arsitektur sering dikenal sebagai anak arsi)
1. Ah, anak arsi kuliahnya gambar doang!
Kata siapa anak arsi kuliahnya hanya gambar aja? Tentu nggak semudah itu, gaes!
Anak arsi perlu pertimbangkan semuanya secara matematis dan fisika (nah, lho!). Keliru berapa milimeter aja, walau tugasnya dikerjakan didalam lembaran A0, dapat ditolak mentah-mentah mirip dosen. Kenapa dapat gitu?
Soalnya, mahasiswa yang lulus dari program belajar Arsitek diharapkan dapat sangat sebabkan bangunan yang unik tapi terhitung dengan hitungan mantap biar nggak membahayakan si penghuni dan lingkungan di sekitarnya.
2. Siap begadang untuk mengerjakan tugas
Menjadi mahasiswa arsitektur artinya anda perlu siap mengabdikan beberapa besar waktu, jiwa dan ragamu untuk mengerjakan tugas. Belum kelar tugas pertama, mata kuliah lain udah beri tambahan tugas, belum kembali kecuali ada ujian. Hadehh!
Dikarenakan banyaknya tugas yang perlu diselesaikan dengan batas sementara yang ketat itulah mahasiswa arsitektur sudi nggak sudi perlu begadang, apalagi sampai perlu menginap di kampus. Makanya, nggak heran kecuali dulu anak program belajar Arsitek terhitung mendapat julukan sebagai penghuni kampus.
Mungkin kecuali era sekarang, mahasiswa udah dipermudah dengan dunia yang udah serba digital. Sehingga, mereka dapat mengerjakannya di rumah dan nggak perlu begadang di kampus lagi, palingan begadangnya terhitung di rumah atau di warung kopi.
3. Bermental baja
Sempat disinggung di poin pertama. Mahasiwa arsitektur sering pula mendapat julukan bermental baja. Soalnya, didalam perkuliahannya, mahasiswa arsitektur bakal mendapatkan mata kuliah untuk sebabkan konsep bangunan dan perihal selanjutnya perlu dinilai oleh dosen.
Kalau, dosen udah berbicara nggak. Kamu yang hanya butiran debu, sudi gimana lagi? Alhasil, revisi-begadang-revisi-begadang berkesinambungan terulang sampai dosen berbicara “bagus” adalah aktivitas yang lumrah di kalangan mahasiswa arsitektur.
Selalu ada aja perbaikan yang diminta dosen dari hasil kerjaan kita. Entah kurang inilah, ada yang salah, sampai dicoret dengan bermacam postingan yang menusuk hati.
Akan tetapi, ini bukan artinya gambar mereka jelek atau mereka yang bodoh. Dosen jalankan ini untuk memaksa mereka mengembangkan kemampuan dan pengetahuan. Sekaligus, melatih mental mereka sebelum saat ditolak gebetan klien yang sesungguhnya.
4. Peralatannya bikin mahasiswa kanker alias kantong kering
Layaknya mahasiswa program belajar Pendidikan Dokter yang butuh peralatan medis—yang tentu saja harganya nggak murah. Program belajar Arsitektur terhitung punya peralatan arsi yang tentu saja terhitung nggak murah. Well , harga peralatan arsi masih emang lebih mending isbanding kedokteran, sih.
Tapi tetap aja peralatanya banyak banget jenisnya. Ada jangka, rapido, water color, penggaris segitiga, tabung gambar, kertas bermacam ukuran, maket, lem dan alat gambar yang lainnya.
Bukan hanya rumit dan nyita sementara aja, tugas-tugas mahasiswa arsitektur terhitung bikin kantong kering. Bayangin aja, di sementara anak-anak program belajar lain hanya perlu nge- print A4 hitam putih doang. Mahasiswa arsitektur bakal disuruh dosennya untuk nge- print tugas-tugasnya di kertas A3 atau apalagi A2 full color yang selembarnya lebih kurang 35 ribuan. Gimana kecuali anda disuruh ngeprint 10 lembar A2? Sudah kena 350 ribu sendiri, gaes!
5. Itu tas atau toko alat tulis? Hihihi
Normalnya, tas mahasiswa program belajar lain berisi buku-buku tebal, pulpen, atau laptop. Hal ini tentu berbeda dengan mahasiswa program belajar arsitek, gaes.
Isi tasnya lebih mirip etalase toko alat tulis dengan bermacam macam type kertas (A0, A1, A2, dan seterusnya), ukuran pulpen, pensil (mulai dari pensil H, pensil B, 2B sampai pensil 8B), dan masih banyak kembali yang lainnya. Lengkap banget nggak, sih?
6. Tabung gambar adalah hidupnya
Kamu tentu dulu memandang seorang mahasiswa arsitek yang tetap bawa benda hitam di punggungnya, dong? Well , bikin anda yang belum tahu, tentu dulu kepo atau menebak-nebak sambil berbicara “kira-kira isinya apaan, ya? pedang atau panah asmara bikin nembak gebetan atau apa?”.
Faktanya tabung itu adalah keliru satu benda yang paling bernilai bikin mahasiswa arsitek, gaes—dimana tabung gambar itu berisi peralatan-peralatan gambar dan juga kertas hasil gambar yang dibikin dengan perasaan, sementara dan analisis yang matang.
Singkatnya, kecuali seorang Dokter punya stetoskop yang diasumsikan sebagai jantung dan perlu dijaga baik-baik. Maka, tabung gambar pun mirip nilainya dengan jantung tersebut. Soalnya, hanya benda itu doang yang tetap setia nemenin si mahasiswa arsitektur ini, nggak seperti doi yang tiba-tiba bahagia ngilang .
7. Kamar tidur/kamar kos seperti kapal pecal
Semua mahasiswa tentu bakal mengalami fase kamar tidurnya seperti kapal pecah, apalagi pas skripsi. Tapi berbeda, mirip mahasiswa program belajar Arsitek.
Sejak awal kuliah sampai skripsi, sudi itu hari libur atau nggak, kamar tidur mereka nggak dulu rapih mirip sekali. Kalaupun rapih paling bertahan hanya lebih kurang satu hari aja. Besoknya terhitung udah berantakan lagi—tumpukan kertas dimana-dimana, penggaris di kasur, pensil di kolong meja, dan sebagainya
8. Kurang pergaulan dan sombong
A: kumpul, yuk, udah lama nggak ketemu anak-anak SMA.
B: Waduh! Sorry nggak bisa.
Yaps! Bukan rahasia umum, anak arsi tiap-tiap diajak kumpul/ketemuan nggak dulu bisa. Mungkin perihal itulah yang sebabkan anda mengira anak arsi itu kurang pergaulan, nggak sudi berbaur, sombong, dan lain-lain.
Jangankan ketemuan dan nongki-nongki santai mirip anak SMA, ngumpul sesama fakultas lain atau program belajar lain aja terbilang jarang. Ya, sudi gimana kembali seluruh sementara yang anak arsi punya kebanyakan bikin ngerjain tugas, gaes. Kalaupun ada sementara luang, kebanyakan mereka bakal memanfaatkan bikin tidur seharian, bermalas-malasan, me time atau cuman jalur mirip keluarga.
Tapi, anak arsi itu nggak ada niatan bikin sombong, kok. Bahkan mereka saling menolong teman yang kesusahan mengerjakan maket-nya dan tergolong orang-orang yang dapat diajak kompak mirip temen sekelasnya, apalagi didalam perihal minta perpanjangan sementara bikin ngumpulin tugas. Hehehe.
9. Sering di anggap Tukang Bangunan
Siapa yang dulu berasumsi kecuali anak arsi itu nantinya bakal menjadi tukang bangunan? Sayaaa… hihihi.
Dulu aku berpikir bahwa anak arsi nantinya bakal menjadi Tukang Bangunan ( Well , mindset yang seperti ini jangan ditiru, sih). Dan ternyata, kata teman aku yang kuliah di program belajar ini, sampai sampai sementara ini masih ada, lho—yang menjadikan gurauan Tukang Bangunan ini untuk anak arsi, gara-gara nggak dapat dipungkiri materi yang dipelajari mereka sebetulnya seputar bangunan.
Anyway , bapak aku adalah seorang Kontraktor. Kontraktor sendiri adalah keliru satu profesi yang dapat digeluti oleh lulusan program belajar Arsitektur, gaes.
Menurut bapak saya, Arsitektur/Kontraktor dan Tukang Bangunan itu berbeda. Begini kata-nya: “Ya beda, lah! Orang-orang di lapangan terhitung tentu menyadari bedanya Arsitektur/Kontraktor mirip Tukang Bangunan, kita bedain dari warna helm-nya. Trus, tugasnya terhitung berbeda. Kalau seorang arsitektur itu terlibat didalam perencanaan bangunan, sebabkan desainnya, dan menyita peran untuk memandu ketetapan yang pengaruhi segi bangunan. Ya, kadang kala emang terjun langsung bikin menegaskan kerjaan si Tukang Bangunan ini udah benar apa belum ”.
Sudah jelas, bukan? Jadi, teruntuk anda yang bahagia menyamakan Tukang Bangunan dengan Arsitektur/Kontraktor, membuang jauh-jauh pemikiranmu, deh. Soalnya, dua bidang selanjutnya adalah perihal yang berbeda, ya.
Sumber : 9 Hal yang Sering Dirasakan Oleh Mahasiswa Program Studi Arsitektur